Skip to main content

Newest Post

When I Miss My Friends

Bonjooouurr! Asli, kangen banget nulis disini 😄. Kalau dilihat-lihat, gue udah nggak blogging semenjak awal tahun 2021. Gue tidak ingin mengklaim diri gue sibuk, tapi pada kenyataannya, selama gue nggak nge- blog, banyak sekali hal yang perlu gue rumat sebagai budak korporat. Budak korporat disini nggak selalu negatif kok, hihi. I was attended a quite-long training from my company. Pelatihan yang biasanya hanya memakan waktu sekitar sebulan, ini bisa ditotal jadi tiga sampai empat bulan. Pelatihan ini sangat penting untuk karyawan baru di divisi gue, jadi gue nggak boleh menyia-nyiakannya. Apa yang gue dapatkan kemarin akan sangat mempengaruhi performa gue sebagai karyawan di perusahaan gue. Photo by Andrea Piacquadio from Pexels Aktivitas yang menurut gue melelakan--namun juga mengasyikan--ini lah yang membuat gue ngga fokus untuk berpikir yang lain. Oh, kalau ada teman-teman yang bilang gue aktif di media sosial tapi nggak blogging , somehow , ada feel yang sempat hilang disini. Un

Sacrificing

Sumber : Dok. Pribadi


Setiap manusia pasti memiliki sesuatu yang lain di atas dirinya sendiri selain Tuhan, orangtua, dan keluarganya. Pasti ada dasar-dasar tertentu mengapa sesuatu tersebut bisa ada pada posisi itu. Sayangnya tidak semua dasar aku tahu. Jadi kucoba simulasikan sendiri.

Aku menaruh sesuatu yang sangat penting di atas kedudukan diriku sendiri. Kujaga dia, kupikirkan dia, bahkan seringkali aku hampir gila. Makan jadi enggan, namun menyerah juga tidak mau. Ada rasa keharusan meletakkan dia di posisi itu. Seringkali aku mengeluh, mengapa harus dia yang menjadi bebanku, mengapa aku harus memikirkan dia yang bahkan aku tidak tahu dia akan menorehkan arti yang besar bagiku atau tidak. Dia yang kemungkinan besar menyimpang dan bisa jadi tidak sesuai dengan ekspektasiku mulai dari yang paling rendah. Dia yang menguras segala tenaga, waktu, dan akal pikiranku, tapi juga membuatku rela berlari kalang kabut demi mempertahankannya.

Sumpah, aku hampir menyerah. Di titik terendah itu aku sudah tidak sadar akan diriku sendiri lagi. Yang aku tau, semuanya sudah kuserahkan demi dia. Dia yang sangat dulu aku tau akan memberikan aku berbagai gejolak yang indah dan pantas untuk dikenang. Bukan dia yang sulit untuk digapai dan dimengerti, bukan dia yang mendorongku ke dalam jurang, bukan...

Namun selesai simulasi aku mencoba evaluasi. Bertahan untuk sesuatu yang belum tentu akan bertahan untuk kita adalah sebuah tantangan besar. Disinilah manusia diuji, dijatuhkan, dan dibuat berpikir, apakah sesuatu tersebut layak untuk diperjuangkan atau tidak. Proses pendewasaan diri dan pikiran juga dimulai, seraya manusia itu menganalisis apa yang harus dia lakukan untuk "sesuatunya", sebelum dia sadar itu layak diperjuangkan atau tidak. Kemudian saat manusia itu semakin berkembang, ia akan sadar bahwa perjuangan butuh keikhlasan. Kamu harus ikhlas saat perjuanganmu hanya terlihat oleh kamu, dan dia yang kamu perjuangkan malah menyimpang. Yang ingin selalu aku ingat adalah saat semua dimulai dengan niat dan tekad yang baik, hasilnya juga akan baik, walaupun prosesnya pahit.

Dari evaluasi itu, aku sudah menganalisis, dia telah memberikan aku sudut pandang yang berbeda, kekuatan yang lebih besar, harga diri yang lebih tinggi, kemampuan yang bertambah, dan memori yang lebih banyak untuk dikenang. Itulah dasarku untuk mempertahakan dia di posisi lebih atas dari diriku. Aku akan tetap meletakkannya sesakit dan sepahit apapun kenangan yang telah diukirnya. Perjuangan itu bukan sekedar mulai dan selesai, tetapi bagaimana kita menghadapi bagian antaranya dengan keikhlasan yang harus susah payah kita pertahankan.

Sekali lagi, dia layak aku perjuangkan.

Xoxo

Comments

Other Posts