Skip to main content

Newest Post

When I Miss My Friends

Bonjooouurr! Asli, kangen banget nulis disini 😄. Kalau dilihat-lihat, gue udah nggak blogging semenjak awal tahun 2021. Gue tidak ingin mengklaim diri gue sibuk, tapi pada kenyataannya, selama gue nggak nge- blog, banyak sekali hal yang perlu gue rumat sebagai budak korporat. Budak korporat disini nggak selalu negatif kok, hihi. I was attended a quite-long training from my company. Pelatihan yang biasanya hanya memakan waktu sekitar sebulan, ini bisa ditotal jadi tiga sampai empat bulan. Pelatihan ini sangat penting untuk karyawan baru di divisi gue, jadi gue nggak boleh menyia-nyiakannya. Apa yang gue dapatkan kemarin akan sangat mempengaruhi performa gue sebagai karyawan di perusahaan gue. Photo by Andrea Piacquadio from Pexels Aktivitas yang menurut gue melelakan--namun juga mengasyikan--ini lah yang membuat gue ngga fokus untuk berpikir yang lain. Oh, kalau ada teman-teman yang bilang gue aktif di media sosial tapi nggak blogging , somehow , ada feel yang sempat hilang disini. Un

Quarter-Life Crisis and How to Handle It

Setiap manusia selayaknya akan melewati usia dua puluh tahunan. Orang tua kita yang sudah melewatinya terlebih dahulu, adik kita yang nanti akan melewati umur tersebut (panjang umur yaa, Aamiin), atau bahkan kita yang sedang berjibaku di umur ini.

Pada umur yang sering kita katakan sebagai 'kepala dua' ini sedang terjadi transisi dari remaja menuju dewasa, dimana proses ini melibatkan perkembangan kognitif, hubungan keluarga, persahabatan, percintaan, dan karir. Proses ini ditunjukkan juga dengan timbulnya keinginan untuk mencoba berbagai pengalaman yang berbeda, entah dalam jalur karir, pembentukan identitas, penentuan gaya hidup, hingga penentuan menjalin hubungan atau tidak.

Gue sendiri sangat merasakan perubahan di dalam diri gue saat gue lulus SMA dan kemudian melanjutkan untuk kuliah, yang mana mengharuskan gue untuk merantau. Pada saat itu, gue masih berumur 17 tahun dan gue sudah memikirkan fungsi dari perkuliahan untuk pekerjaan gue nanti. Entah terlalu cepat atau tidak, namun perubahan dalam diri gue sudah gue rasakan sedari umur tersebut seperti proses penerimaan orang baru, menyelesaikan masalah, memperbaiki hubungan dengan orang lain, dan banyak lagi.

Quarter-Life Crisis: Saat Proses Transisi Tidak Dilalui dengan Baik

Mengutip dari beberapa sumber, jika proses transisi dari umur remaja menuju dewasa ini tidak dapat dilalui dengan baik, maka akan mengakibatkan periode pergolakan emosional setelah masa transisi yang dialami pada usia 20-29 tahun, yang biasa disebut dengan quarter-life crisis. 

Photo by Gantas Vaičiulėnas from Pexels


Pasti temen-temen pernah dengar kan?

Ternyata, krisis ini memang sudah banyak diteliti dalam beberapa jurnal. Krisis ini dapat berdampak pada kesehatan mental dan mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Bahkan, ada jurnal yang mengatakan bahwa krisis ini dapat digolongkan sebagai depresi dan mental illness karena perasaan akan tertekan dan tidak stabil. Pada proses ini pun bisa saja titik balik kehidupan akan mulai dirasakan.

Dari apa yang pernah gue rasakan, ada beberapa titik dimana gue mencurigai diri sendiri yang mulai merasakan munculnya krisis ini di dalam hidup. Awalnya memang akan penuh dengan denial karena gue merasa masih bisa mengatasinya. Ternyata, krisis ini tidak bisa dielakkan. Akhirnya, gue terima aja. Toh, penerimaan itu adalah kunci awal dari penyelesaian yang harus gue lakukan nantinya.

Nah, penasaran nggak sih apa aja tanda-tanda kita sedang mengalami quarter-life crisis? Ada beberapa tanda-tanda yang umumnya muncul saat krisis ini terjadi di hidup kita, yaitu sebagai berikut.

1. Tidak Mengetahui Keinginan Diri Sendiri

Terkadang, kita dihadapkan dengan banyak pilihan yang seharusnya dapat kita raih dengan baik. Namun karena kita juga dihadapkan dengan banyak permasalahan yang bisa merusak pilihan kita, akhirnya kita gugurkan pilihan-pilihan awal kita dan malah membuat kita kehabisan pilihan. Hal ini berujung dengan kebingungan yang melanda kita dan membuat nelangsa.

2. Ragu dan Gelisah terhadap Masa Depan

Saat kita mulai memiliki rencana di masa depan, kita malah menjadi ragu akan kebenaran dari langkah yang akan kita ambil. Kita makin tidak percaya diri karena merasa tidak pernah cukup untuk mencapai keinginan kita di masa depan. Overthinking juga kadang makin membuat kita ragu dan gelisah karena terlalu banyak yang dipikirkan.

Baca Juga : This Overthinking is Killing Me!

Photo by Anna Guerrero from Pexels

3. Sering Membandingkan Diri Sendiri dan Orang Lain

Poin ini dapat menjadi penyebab dari terjadinya poin nomor 1 dan 2. Sebenarnya, wajar bagi manusia untuk membandingkan dirinya dengan orang lain. Tetapi jika sudah lebih dari batasnya, hal ini malah akan memperburuk keadaan. Kita bisa menjadi seseorang yang tidak pernah bersyukur atau bahkan tidak bisa melihat kebaikan yang ada dalam diri kita.

4. Tertekan karena Pencapaian Orang Lain

Jika kita melihat banyak dari teman kita yang sudah mendapat pekerjaan atau naik jabatan, kita bisa merasa minder dan tertekan, salah satunya karena mungkin kita terlalu meletakkan standar kesuksesan kita sama dengan milik mereka. Padahal, setiap orang memiliki proses pencapaian yang berbeda-beda. Tujuannya pun masing-masing berbeda, jadi wajar saja jika kita tidak bisa merasakan apa yang teman kita punya.
5. Sulit Menentukan Prioritas

Ketika kita hidup di kelilingi oleh orang-orang yang kita anggap lebih unggul daripada kita, sewajarnya kita akan merasakan intensi untuk menyamakan posisi kita dengan mereka. Tetapi ketika kita terlalu melihat banyak orang yang unggul dan kita mau mengejar mereka semua, kita akan kesulitan untuk menentukan apa yang harus kita lakukan pertama kali. Ada keinginan untuk menyelesaikan semuanya sehingga kita tidak bisa fokus pada setiap step yang harus kita jalani.

Photo by Jansel Ferma from Pexels

Cara-cara Menghadapi Quarter-Life Crisis

Krisis ini tentunya akan membuat kita sulit untuk mempersiapkan masa depan. Seperti yang sudah gue jelaskan di awal, kondisi ini dapat berpengaruh kepada kesehatan mental jika tidak diatasi dengan tepat. Jika dirasakan sesekali, tentu tidak akan menjadi masalah karena hal tersebut akan membuat kita aware terhadap diri dan masa depan. Namun jika kita terus terlena dan terjebak di dalam krisis ini, bisa-bisa bukan hanya kita yang terkena dampaknya, tetapi juga orang-orang di sekitar kita.

Terlepas dari posisi kita sekarang sebagai seseorang yang mengalami quarter-life crisis atau tidak, kita harus tetap memperbaiki kualitas hidup kita, khususnya di usia dua puluh tahunan ini. Sambil memperbaiki diri, gue juga kerap membaca tips-tips untuk menghadapi quarter life-crisis, yaitu sebagai berikut:

1. Sadari Bahwa Kondisi Ini Wajar

Quarter-life crisis sudah banyak menjadi perhatian para pakar di banyak bagian dunia. Itu berarti bahwa kamu tidak sendirian, walaupun kamu harus melakukan prosesnya sendiri. Banyak hal yang berada di luar kendali kita dan kita tidak bisa membahagiakan semua orang. Roda akan terus berputar dan saatnya kamu menentukan, apakah kamu akan diam atau terus berlari agar masa depanmu lebih indah.

2. Berhenti Membandingkan Diri Sendiri dengan Orang Lain

Pasti poin yang satu ini lumayan sulit untuk dilakukan, mengingat kini kita hidup di tengah-tengah penggunaan media sosial. Yuk, coba fokus kepada apa yang kita miliki sekarang dan cari tahu cara untuk mengasahnya. Kita bisa melakukan puasa media sosial, membaca lebih banyak buku, dan menyibukkan diri untuk melakukan hal-hal produktif.

3. Berdamai dengan Masa Lalu

Kenangan buruk di masa lalu kadang juga menghambat kita untuk berpikir jernih dan melangkah. Ada saja yang mengganggu pikiran, entah rasa sakit hati, keinginan balas dendam, kemarahan, dan penyesalan. Hal ini tentu tidak mudah, namun saat kita mengalami hal tersebut, pasti Tuhan sudah terlebih dahulu percaya bahwa kita dapat melaluinya.

4. Mengenali Diri Sendiri

Untuk menghindari kebingungan atas keinginan kita di masa depan, ada baiknya kita mengenali diri sendiri agar proses perencanaan masa depan menjadi lebih mudah. Banyak personality test yang dapat kita lakukan untuk mengenal diri lebih dalam atau jika masih ragu, kita dapat meminta bantuan psikolog untuk mencari tahu bagaimana sih, diri kita yang sebenarnya.
5. Atur Prioritas

Penentuan prioritas akan membuat kita lebih terarah dalam menentukan langkah selanjutnya dan kita tidak perlu terjebak ke dalam kebingungan lagi. Dengan prioritas, kita juga bisa fokus pada pekerjaan-pekerjaan walaupun itu banyak. Kita dapat terlebih dahulu belajar tentang Manajemen Waktu yang pernah disusun oleh Stephen Covey disini

Photo by Gantas Vaičiulėnas from Pexels

6. Buat Perencanaan Masa Depan 

Selain belajar mengatur prioritas, kita perlu merencanakan masa depan dengan baik. Apa tujuan hidup kita, langkah-langkah mencapainya, kelebihan dan kekurangan kita dalam melakukannya, tenggat waktu, pihak yang dapat membantu kita, dan lain-lain. Kalau perlu, poin ini dapat kita lakukan secara detil agar kita punya gambaran hal-hal yang harus kita lakukan dari sekarang.

7. Bergerak!

Semua rencana dan pembelajaran kita hanya akan tinggal kenangan jika kita tidak menerapkannya. Kumpulkan keberanian dan keyakinan bahwa kita bisa melakukannya. Atur pergaulan kita dengan orang-orang yang positif agar kita terpacu untuk bergerak.

Yakin saja bahwa tidak ada hal yang mustahil jika kita masih memiliki keinginan untuk menggapainya. :)

Referensi:

Comments

  1. aku struggle banget ngadari QLC ini, di tahun 2019, pertengahan Juli puncaknya sampai September. Itu gelisahnya minta ampuuun...

    Gejalanya sama yang dihadapi.

    Bingung mau pilih prioritas, menyenangkan orangtua, pengen travelling (keinginan masa lalu), menikah (desakan dari lingkungan dan sosial), kalo bisa 3 3 pengen dicapai sekaligus tapi ya ga mungkin. sampai2 dilema sendiri.

    sering banget bandingin sama orang lain, bahkan sampe mikir kenapa ga terlahir dari keluarga kaya raya aja ya, paling ga urusan finansial ga bakalan jadi pikiran, hahaha...

    terus milih tujuan hidup, mulai nyari2, sebenarnya hidup ini buat apa, mau kemana arahnya... ckckc...

    semakin lama sendiri bahkan sampe sekarang, merasa kesepian. pengen ada ruang hati ini diisi sama seseorang yang spesial, tapi mengingat usia udah di angka 26 waktu itu, mikir nyari pasangan jelas beda waktu masih remaja. kalo remaja, asal suka, tembak, pacaran.

    kalau sekarang yang ditimbang itu banyak, bukan cuma perasaan, tapi komitmen, finansial, rencana kedepan seperti apa, dan banyak hal2 lainnya yang dipertimbangkan.

    tapi sekarang udah lewat sih masa2 itu, ga overthinking lagi, palingan sekarang lagi nyari jodoh yang hilalnya belum keliatan. kwkwkw.. aku banyakin shalawat aja nih, doa yang banyak semoga diketemukan sama jodohnya,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo salam kenal, terimakasih telah berbagi pengalamannya😊

      Wah, pasti rasanya nggak enak banget ya. Bahkan sampai timbul pikiran-pikiran yang malah tambah membebani sepertinya... karena memang sedang diuji banget ketangguhannya melewati QLC ini hehehe

      Sesuai dari ciri-ciri yang biasanya muncul ya, yaitu mau menyelesaikan semuanya aja gitu rasanya. Tapi balik lagi, belum tentu kondisi memungkinkan dan inilah yang membuat krisis makin paraah🤦‍♀️

      Syukurlah kalau QLC nya sudah terlewati. Mungkin sekarang sudah pada tahap bisa flashback masa-masa sulit saat QLC ya? Hehehe

      Semangaatt dalam pencarian pendampingnya😊 semoga dilancarkan dan menemukan yang terbaik buat kamu Aamiin hihi

      Delete
  2. QLC ini sedikit banyak dilalui oleh anak-anak sesuai mba Jez. Saya pun dulu pernah melaluinya meski seingat saya nggak begitu lama, mungkin karena saya terlalu sibuk kejar cita-cita. Dan saya akui, saya bisa melaluinya dengan lancar karena dukungan dari orang-orang di sekitar saya.

    Eniho, tips dari mba Jez sangat berguna dan to the point, cocok untuk diaplikasikan pada kehidupan teman-teman yang sedang menghadapi QLC sekarang. Apapun itu, yang pertama perlu diketahui adalah hal ini wajar, jadi setelah itu bisa masuk proses penerimaan sambil mulai susun rencana masa depan. Ohya, nggak ada salahnya minta masukan, dukungan dan berbagi cerita ke orang-orang yang memang dipercaya dan tentunya sudah melewati proses itu duluan. Bisa dengan keluarga atau pasangan misalnya 😁

    Pada akhirnya, semoga.. Siapapun yang sedang menghadapi QLC bisa berjalan lancar, dan bisa survive secara psikis maupun emosional. Plus bisa overcome the situation dengan jiwa besar dan lapang dada. Semangat untuk semua 😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kak Eno, selamat ya sudah pernah berhasil melewati QLC ini😊 berarti kuncinya juga harus menjalin hubungan yang positif ya dengan orang-orang yang kita sayangi, supaya impactnya juga bagus ke kita. Selain itu juga mencari kesibukan seperti yang kak Eno bilang.

      Sejujurnya aku merasakan aku sedang ada di fase ini. Suka tiba-tiba mikir aneh dan berlebihan, tapi selalu mencoba untuk menghadapinya. Yeps, pertama kita harus menerimanya dulu, soalnya kalau denial terus malah takutnya jadi bom waktu😔 setujuu banget, jangan dipendam sendiri juga!

      Aamiin aamiin terimakasih doa dan semangatnya kak Eno!

      Delete
  3. 7 Point tipsnya sangat bermanfaat apalagi di masa pandemi seperti yang terjadi akhir-akhir ini di dunia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga bisa diaplikasikan teman-teman semua ya mas😊

      Delete
  4. Ah, aku sedang dalam masa-masa ini, paling sulit itu untuk berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Sulit banget tapi aku selalu berusaha untuk fokus pada diri sendiri dan nggak mendengarkan kata-kata orang lain yang buruk. Belum sepenuhnya berhasil tapi aku tetap belajar dan berusaha 😁

    Kak Jez, terima kasih ya atas tips-tipsnya!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita berada di tim yang sama nih, Li. Aku juga masih struggle untuk melewatinya. Nggak enak banget soalnya kalau pikiran kita negatif terus, malah kebawa bad vibes jadinya.

      Samasama dan semangat Li!

      Delete
  5. Iya, usia 20an memang kadang gelisah. Aku juga pernah mengalami nya dan bingung bagaimana cara mengatasinya karena tidak tahu. Alhamdulillah dapat solusinya di sini.😃

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mas Agus, semangat ya melewati QLC nya! Semoga tips-tips dariku ini membantu😊

      Delete
  6. Terus terang, saya sudah tidak inget lagi apakah pernah merasa begitu. Soalnya sudah lewat puluhan tahun yang lalu...

    Bisa jadi karena saya waktu itu tidak tahu teorinya, jadi saya hanya menjalani saja hidup sebagaimana adanya.

    Yang saya tahu sih, sampe sekarang, saya biasanya kena "end of the month crisis" karena gaji sudah habis.

    Btw, nice writing Alfiya.. saya panggil begitu saja yah, soalnya lebih enak didengar (oleh saya.. hahaha)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Mas Anton :) terimakasih sudah mampir

      Hehe kadang juga kita nggak sadar ya, kalau ternyata itu QLC. Benar sekali Mas, yang penting kita tetap berjalan aja untuk melewatinya. Kalau tau teorinya tapi nggak tau gimana cara melewatinya itu yang ribet huhuhu.

      Waaah, kalau itu mau kita umur berapapun juga bisa terus terserang Mas hahaha. Krisis yang itu nggak kenal umuur~

      Alfiya juga oke Mas! Malah jarang ada yang manggil aku Alfiya hahaha terimakasih yaa

      Delete
  7. Halo kak jez. Salam kenal ya😊

    Pas benar mba sama yang lagi aku rasain sekarang nih... Nah yang paling aku tu point 1-3 mba, tapi mesti dijalani ya mba, kadang masa2 ini akan dirindukan nanti kalau kita jalani dgn baik...

    Terima kasih buat tips2nya mba jez😇😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal juga, terimakasih sudah mampir😊

      Hehe semangat ya mbak menjalaninya, memang nggak mudah tapi dengan bahu yang kuat kita pasti bisa lewatin💪🏻

      Samasamaaa ya Mbak

      Delete
  8. QLC aku alami bertepatan saat baru memasuki usia pernikahan pertama dan lahirnya seorang bayi kesayangan kami (: itu rasanya campur aduk banget. Aku pernah cerita soal ini di blog namun nggak terlalu open karena memang sedikit personal 😅 kuakui waktu itu terasa sulit sekali menghadapinya karena kurang support system dan aku menuntut keras dengan diriku sendiri. Belum lagi era sosmed membuatku lebih mudah untuk membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Melelahkan sekali fase itu 😅 but I'm glad akhirnya bisa melaluinya dengan baik. Sekarang tiap kali ngomongin fase itu sama suami, udah bisa ketawa-ketawa lagi hahaha waktu melaluinya sih boro-boro bisa ketawa, nangis muluk sampai capek 🤣

    Oh ya, poin berdamai dengan masa lalu itu PR paling sulit yang harus aku lalui juga. Jadi betul banget, ini salah satu poin yang harus dilalui dengan ikhlas supaya bisa lebih fokus menjalani hari sekarang (:

    Thank youuu udah nulis ini dan membagikan tips-tipsnya, Ibel! Semoga bisa bermanfaat bagi teman-teman lainnya yang mungkin sedang melalui fase QLC ini (:

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kak Jane, terimakasih sudah sharing! Aku belum melewati tahap itu sih, tapi mungkin dari Kakak aku bisa punya gambaran bahwa abis nikah juga masih bisa ngerasain QLC yaaaa😅 saluut sudah bisa ngelewatin itu, sekarang tinggal flashback-flashback ke hari-hari dimana tiba-tiba nangis nggak jelas ya kak?🙈 *karena aku merasakannya hahahaha

      Betul kak, banyak orang yang terlarut oleh perasaan dengan masa lalunya, istilahnya nggak bisa move oonn... tapi justru harus dihadapi dan diselesaikan baik-baik.

      Samasama kakk, iya semoga bergunaa buat aku juga nih hehehe

      Delete
  9. Dan saya lagi ada di masa masa QLC ini mbak, hehe. Jujur, pasti sulit. Apalagi saya ini memang sudah overthinking dari sananya. Kehidupan pasca kampus yang harus berhadapan dengan pandemi ini membuat saya semakin overthinking, jadi sering nangis. Padahal kalo ditanya nangis karena apa ya seperti tanpa alasan, karena saya pun gak tau pasti penyebabnya😅. Harapan saya sih semoga QLC ini segera terlewati mbak, hehe, karena lelah sekali rasanya seperti perasaan diaduk-aduk 🤭. Btw terima kasih untuk tips nya mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Mbak Indah, semangat yaa Mbak dalam menghadapi QLC nya. Iya Mbak, aku tau rasanya huhu, overthinking yang kadang nggak selesai-selesai dan tiba-tiba nangis. Setelah ditelisik, memang nangis itu ditimbulkan dari rasa sakit yang sebenarnya ada di dalam alam bawah sadar kita.

      Aamiin aamiin ya Mbak, aku juga pingin cepat berakhir huhu. Samasama Mbak Indah!

      Delete
  10. yang paling sulit ituuu.. membandingkan diri dengan orang lain. Wah sangat mengispirasi tulisannya, terima kasih atas tipsnya mba jez :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betuul Mbak Shinta, karena sekarang juga lagi eranya media sosial yang sangat marak ya. Jadi kita pasti nggak henti-hentinya membandingkan diri sama orang lain.

      Terimakasih yaa Mbak sudah main kesini juga :)

      Delete
  11. Pada waktu aku usia 20-30 banyak banget ingin dicapai dan diingini tp kadang terpuruk bila melihat pencapaian teman2 yg lebih unggul, merasa aku mampu gak ya ..
    Apalagi soal jodoh atau didekati cowok rasanya ogah2an.. Klo bukan yg masuk dalam kriteria, pokoknya jaim deh..
    Alhamdulillah sudah melewati semua, bisa jadi pelajaran hidup.
    Keren banget artikelnya, Mbak. Semangaaat..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe umumnya gitu yaa Mbak.. ternyata perasaan itu pun udah diteliti ilmuwan, berarti banyak juga yang ngalamin sama kayak Mbak dulu.

      Oh begitu yaa Mbak? Wah berarti ada pembatasan terhadap lawan jenis juga yaa.. mungkin itu bisa terjadi ke beberapa orang juga.

      Selamat yaa Mbak sudah terlewati :) semoga bisa memberi banyaak pelajaran kepada Mbak Dinda di kehidupan pasca QLC ini Mbak.

      Terimakasih ya Mbak Dinda!

      Delete
  12. Benar banget mba, dalam dunia psikologi setiap periode tertentu misal dewasa awal, pastinya ada krisis yang harus dilalui, ada tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Kalau belum selesai dan terpenuhi, akibatnya akanterbawa ke tahap selanjutnya. Makasih sharingnya mba, nanti saya share ke sepupu2 yang mungkin masih stuck di krisis ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kuncinya harus diselesaikan dulu ya Mbak dengan benar. Kalau masih ada yang mengganggu malah bisa terseret ke perjalanan berikutnya dan ujungnya malah membebani.

      Iya Mbak sama-sama, semoga bisa membantu sepupu-sepupunya yang masih dalam masa QLC ini :)

      Delete
  13. Sepertinya aku sedang dalam masa ini, but let's enjoy the show, life must go on! dannn, buku Stephen Covey akan ku masukkan ke dalam list bacaa, makasihhh~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe tetap harus strong yaa Mbak :) boleh boleh, bukunya juga worth to read kok, selamat membaca Mbak!

      Delete
  14. Kalo perasaan minder melihat pencapaian orang lain kadaaang sampai skrg pun msh ngerasain hehe walo sudah tdk berada direntang usia 20-30an lg. Wajar aku rasa asal ga kebablas jd depres ya. Feeling grateful salah satu caranya. Manusia kecenderungannya nih selalu kepengen sama punya orang lain hehe lupa bersyukur sama kelebihan diri sendiri. Tips untuk tetap dan selalu bergerak itu betul bgt. Banyaki teman, asah skill dan terus berpikir positif 😉 salam,
    Sita

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebenarnya minder juga adalah salah satu 'sentilan' agar kita terus memperbaiki diri, jadi kalau masih ditahap yang wajar itu masih tetap baik seperti kata Mbak Sita.

      Kemungkinan-kemungkinan itu nggak akan pernah hilang ya soalnya Mbak. Pasti akan muncuuul terus. Tapi yang bisa kita lakukan hanyalah kontrol diri :) Terimakasih Mbak sudah mau mampir!

      Delete
  15. Aku malah merasakan krisis itu akhir2 ini, Mbak justru ketika telah melewati kepala tiga. Mungkin karena 20-25an, aku terlalu sibuk dg masa akhir kuliah dan dunia kerja. 25-30an aku menikah dan sibuk dengan dua anak yg jarak lahirnya dekat. Ketika anak2 mulai meninggalkan balita dan aku ga terlalu dominan lg utk mereka, mungkin karena akhirnya aku ada waktu luang untuk mikir yg aneh2... Ya, jadilah krisis yg terlambat mungkin ya atau masuk fase lain hehe... -Ruang Aksara adl salahsatu bentuk pencarian jati diri lagi dan bertemulah kita scr virtual^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah Mbak, terimakasih telah berbagi disini :)

      Ternyata krisis itu masih bisa terjadi di umur setelah 30 yaa.. Rasanya tentu nggak enak ya, Mbak. Soalnya harus berhadapan dengan krisis tersebut plus mengontrol diri agar nggak kelepasan saat bersama keluarga.. Atau bisa juga sih seperti kata Mbak, yaitu krisis baru pasca QLC yang kita belum tau itu apa.

      Iya Mbak, tetap bertahan disana agar mencegah krisisnya menghambat aktivitas sehari-hari :)

      Delete
  16. Saya lupa sih di jaman dulu seperti apa...cuma memang waktu itu sepertinya ngga ngerti apa yang harus dilakukan...kita memilih jalan yang mana...mulai menulis aja baru saya mulai 3 tahun lalu saat saya bekerja kantoran😬🤭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Mbak, terimakasih sudah mampir.

      Mungkin dulu ada faktor akses internet yang belum secepat dan semudah sekarang yah Mbak. Jadi kita mengandalkan kemampuan kita sendiri😊 Tapi itu tentu akan menjadi pelajaran hidup di masa yang mendatang ya pastinya.

      Semangat menulisnya Mbak!

      Delete
  17. Usia 20-30 memang lg galau2nya ya. Masa2 perjalanan hidup yg sebenernya dimulai. Saat masih sekolah, kuliah, kita masih bisa bergantung pd ortu. Selepas itu, kita harus berusaha cari penghasilan sendiri entah itu wirausaha atau jd pekerja. Kalo cewe, masih harus ngadepin "tuntutan" utk berkeluarga.
    Umur2 sering bimbang dg berbagai pilihan penting krn akan menentukan masa depan sepenuhnya. Tepatkah pasangan yg kita pilih. Benarkah jalan yg kita lalui.
    Tidak dipungkiri, pasti ada rasa iri, minder jika melihat teman2 seangkatan yg sudah "berhasil".
    Setiap fase/rentang usia pasti punya krisis meski berbeda atau sekedar pengulangan. But life must go on. 7 tipsnya mba jez bisa bgt diterapin, ga cuma buat ngadepin QLC tp utk keseharian jg bisa diaplikasikan.
    Semangat mba jez, you can do it

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali Mbak. Dari teman-temanku yang seumuran, rata-rata juga masih dalam posisi ini.

      Wah pendapat Mbak tentang perempuan ini juga benar. Masih ada stereotype yang macam-macam dan bahkan aneh-aneh ya Mbak🤭 kadang dari segi umur berapapun, masih aja ada tuntutan keluarga seperti yang Mbak bilang.

      Ada insight baru sebenarnya dari komentar Mbak ini, yaitu setiap umur pasti memiliki krisisnya atau memang sekedar pengulangan krisis yang lalu karena mungkin jadi bom waktu dari masa lalu ya Mbak?

      Terimakasih atas pendapatnya ya Mbak, dan doakan juga teman-teman yang sedang ada di krisis ini (termasuk aku haha) bisa melewatinya!

      Delete
  18. Iya masa-masa galau ya ingin meraih prestasi pencapaian dal suatu bidang, kadang gamang juga akan masa depan bisa jadi orang sukses nggak. Apalagi kalau teman sudah duluan menikah atau kerjaannya bagus..duh...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betuul Mbak Dedew, memang masa ini bikin galaaau aja kerjaannya. Apalagi keseringan lihat sosmed, bikin kita menggumam "kok dia enak" atau "hidupku gini-gini doang" 🙈

      Delete
  19. Aku sedang mengalami QLC ini Mbak. Mungkin karena sering membuka sosmed kadang malah jadi bandingin diri sendiri dengan orang lain. Dan bener banget... Puasa sosmed emang terbukti ampuh buat aku Mbak. Tips lainnya akan coba kuterapkan juga, makasih sharingnya Mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haloo! Terimakasih sudah mampir😊

      Toss! Memang agak sulit ya untuk melewatinya. Senang mengetahui kamu sudah melakukan puasa sosmed, karena aku pun belum berhasil sepenuhnya untuk melakukan itu.

      Semoga berhasil yaa!

      Delete
  20. Sudah lama aku mengalami QLC, bahkan baru bisa mengatasi dgn baik setelah 15 tahun kemudian (setahun terakhir). Alhamdulillah, masih beri Allah kesempatan 💕

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Mbak, terimakasih sudah mampir. Wah senang sekali mengetahui QLC nya sudah teratasi dengan baik ya Mbak😊.

      Semangat yaa Mbak, semoga lebih kuat dan tangguh lagi untuk seterusnya!

      Delete

Post a Comment

Other Posts