Skip to main content

Newest Post

When I Miss My Friends

Bonjooouurr! Asli, kangen banget nulis disini 😄. Kalau dilihat-lihat, gue udah nggak blogging semenjak awal tahun 2021. Gue tidak ingin mengklaim diri gue sibuk, tapi pada kenyataannya, selama gue nggak nge- blog, banyak sekali hal yang perlu gue rumat sebagai budak korporat. Budak korporat disini nggak selalu negatif kok, hihi. I was attended a quite-long training from my company. Pelatihan yang biasanya hanya memakan waktu sekitar sebulan, ini bisa ditotal jadi tiga sampai empat bulan. Pelatihan ini sangat penting untuk karyawan baru di divisi gue, jadi gue nggak boleh menyia-nyiakannya. Apa yang gue dapatkan kemarin akan sangat mempengaruhi performa gue sebagai karyawan di perusahaan gue. Photo by Andrea Piacquadio from Pexels Aktivitas yang menurut gue melelakan--namun juga mengasyikan--ini lah yang membuat gue ngga fokus untuk berpikir yang lain. Oh, kalau ada teman-teman yang bilang gue aktif di media sosial tapi nggak blogging , somehow , ada feel yang sempat hilang disini. Un

Cadre(s) Nowadays

Kaderisasi Mahasiswa
Sumber : Dok. Pribadi


Halo. Sudah lama tidak menuangkan isi otak ke blog ini hehehe.

Mumpung lagi jaman-jamannya kegiatan orientasi di sekolah atau kampus, yang sudah atau baru akan terlaksana, gue ingin sedikit membahas tentang kaderisasi di kampus menurut gue. Kan lagi booming juga tuh, postingan-postingan di line yang membahas tentang ketidaksetujuan terhadap kegiatan orientasi atau kaderisasi. Kaderisasi yang bener tuh gimana sih?

Sebenernya ketidaksetujuan seperti ini pasti terjadi setiap tahunnya sih, khususnya pertengahan tahun karena baru mau masuk sekolah atau universitas baru. Gue sendiri akan menjabarkan kaderisasi di kampus karena gue masih mahasiswa, dan kegiatan orientasi mahasiswa adalah termasuk kegiatan kaderisasi. Ditambah lagi, gue pernah jadi penanggung jawab kaderisasi di himpunan gue, jadi sedikit banyak pernah mengalami proses pembentukan kaderisasi mahasiswa.

Mulai dari arti kaderisasi itu sendiri. Enaknya dibilang pengaderan aja kali yah. Menurut KBBI, pengaderan adalah proses mendidik seseorang untuk menjadi kader. Arti kader sendiri menurut KBBI adalah orang yang diharapkan akan memegang peran penting. Waktu itu gue ditunjuk jadi penanggung jawab sekaligus pelaksana pengaderan di himpunan gue, dan pikiran yang pertama kali muncul adalah "gue aja belom bener, udah disuruh ngader orang?!". Takut banget awalnya, karena yang dididik adalah manusia, yang jauh lebih kompleks dari sekedar barang ataupun proses. Tapi, karena keinginan gue kuat untuk membentuk sebuah pengaderan yang lebih manusiawi dari pengaderan-pengaderan yang lain tapi tidak menghilangkan esensi dari pengaderan itu sendiri, gue berani-beraniin untuk ambil kesempatan itu. "Kesempatan nggak dateng dua kali," pikir gue waktu itu. Akhirnya fix sudah saya menjabat, dan mulai ngebentuk pengaderan. 

Jujur, bingung banget awalnya harus mulai darimana. Tujuan gue kan mengubah sistem pengaderan menjadi lebih baik, jadi historis-historis pengaderan di himpunan gue nggak bisa dijadikan satu-satunya acuan. Akhirnya gue bener-bener dengan gamblang membentuk pengaderan. Yang gue lakukan pertama kali adalah mempertahankan keyakinan gue terhadap agama gue, dimana gue punya panutan yaitu Rasulullah SAW. yang merupakan pengader terbaik untuk umatnya. Gue cari di internet seadanya cerita-cerita Beliau dalam meluruskan jalan sahabat-sahabatnya, keluarganya, bahkan orang asing sekalipun. Ternyata yang beliau lakukan adalah menjadi orang yang lebih baik dulu, jika kamu menyuruh melakukan A, maka kamu harus sudah lebih dulu melakukan dan mempertahankan melakukan A. Jika tidak, jangan pernah menyuruh orang lain untuk melakukan itu. Tanggung jawab dunia dan akhirat sangat besar nantinya. Kalo lo nyuruh nggak telat, ya lo gaboleh telat. Lo nyuruh ngafalin senior, lo harus hafal duluan. Lo nyuruh nyapa, ya lo juga harus nyapa (ini yang biasanya jadi hal krusial). Berat cuy gue mikirnya waktu itu. Deg-degan. Gue yang banyak dosa begini kalo nyuruh anak orang macem-macem tapi gabisa bertanggung jawab kan, susah. 

Tapi disitu, logika gue berjalan. Gue yang hobi nyambung-nyambungin masalah, jadi nyambungin ke ilmu psikologi. Gue dapet kilas balik ke hubungan ibu dan anak, dimana ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Kalau ibunya berlaku baik, anaknya pasti mengikuti. Kalau ibunya bekerja keras, begitu pula anaknya. Kemudian gue sambungin ke beberapa artis yang diidolakan orang. Apapun yang dilakukan si artis, sedikit banyak ada aja yang ngikutin. Oke, berarti gue dapet poin pertama. Gue dan tim harus mencontohkan yang baik dulu.

Nah, kalo udah dapet mindset seperti itu, sekarang tinggal gimana cara ngejalaninnya ke si maba-maba. Gamungkin kan di pengaderan si panitia cuma diem aja tanpa ngarahin si maba. Akhirnya gue mencari beberapa ilmu tentang gimana cara mempengaruhi orang untuk mengikuti instruksi kita. Nggak semua orang bisa ngikutin instruksi dengan gampang. Cara orang memahami dan mau mengikuti instruksi itu harus dihadapkan dengan style yang berbeda-beda. Gue baca lagi internet (GOOGLE IS MY TRULY FRIEND GUYS) dan beberapa buku yang gue cari di toko buku. Dapet lagi ilmunya. At least senangkep gue begini: cara "nyuruh" orang yang baik dan benar adalah dengan membangun hubungan intim dengan mereka terlebih dahulu. Kita tau nama, tau sifat, tau kisah, dan tau kebutuhan mereka dulu, baru sedikit demi sedikit mempengaruhi mereka. Pengader juga nggak bisa memperlakukan semua orang sama. Jelas banyak tipe orang. Itu yang berat, harus paham maba sedikit demi sedikit. Treatment ke setiap maba itu harus berbeda-beda.

Ospek Kampus
Sumber : Dok. Pribadi


Selain itu, gue belajar gimana cara berdiskusi yang baik dan benar. Pertama, nggak boleh nyalahin orang secara langsung, karena nggak ada yang suka penolakan guys. Serius, ditolak gaenak kan?! Kedua, ikuti cara mereka berpikir, jika salah baru pelan-pelan dibelokkan ke yang benar. Gaboleh ngelarang dengan kata "Jangan". Gue ngga tau itu kata siapa, tapi saat gue buktikan, penggunaan kata "jangan" dan "tidak boleh" itu dampaknya berbeda. Ketiga, apresiasi jika memang harus diapresiasi. Nggak usah sok jual mahal, karena anak muda itu sangat butuh apresiasi. Kebanyakan hidup orang-orang diisi dengan hujatan dan kata-kata yang kelam, jadi ketika ada apresiasi atau kata-kata yang baik, orang akan tersanjung dan respect sama kita. Ohiya, respect! Kalau kamu mau dihargai sama orang lain, hargai mereka terlebih dahulu. Dengarkan orang lain, niscaya kamu akan didengarkan. Cielah.

Setau gue, pengaderan yang baik adalah sejenis mentoring jangka panjang. Nggak cuma beberapa bulan. Kebanyakan di universitas kan, cuma beberapa bulan aja. Yang perlu diketahui orang-orang di luar sana tentang pengaderan adalah: pengaderan nggak semuanya buruk. Ada poin-poin yang bisa kita ambil di dalamnya kalo kita mau buka pikiran kita. Memang gue akui di Indonesia senioritas itu pasti ada. Tapi, gue sangat menekankan kepada tim pengaderan gue yang lalu, bahwa kami sama-sama mahasiswa dengan maba, kami bisa saja belajar dari maba, kami juga harus dikader lebih keras daripada maba. PLUS tidak main fisik. Memegang sedikit saja pun tidak boleh, jika dia tidak butuh. Dan.. gue memang merasa dikader lebih keras dari maba gue waktu itu, bahkan sampe sekarang. Ada senior yang mengingatkan gue, bahwa seorang pengader himpunan tidak akan selesai menjadi pengader setelah dia lulus kuliah.

Tujuan pengaderan seharusnya bersih, yaitu mencari kader-kader yang baik. Cuma pengaplikasiannya kadang melenceng. Itu juga harus dibenahi di Indonesia. Masih ada mindset buruk: ingin maba merasakan apa yang dulu aku pernah rasakan. Ini salah besar! Tolong yang sudah senior, jangan cuma marahin mabanya, tapi marahin diri kita sendiri dulu, udah bener apa belum. Gue melihat postingan orang di line yang berteriak seperti ini intinya: "yaudah ngga usah bikin kegiatan orientasi, gaada yang nyuruh kakak senior buat bikin kayak gituan" sambil marah-marah dipostingannya. Gue bacanya sakit hati banget, sebagai orang yang berjuang buat adik-adiknya biar lebih baik daripada dia. Sebuah himpunan atau jurusan ingin loh penerusnya lebih baik dan lebih tangguh. Di jurusan gue, kegiatan pengaderan harus sejalan dengan tujuan jurusan. Jadi komunikasi nggak boleh putus. Jadi, pengaderan bukan semata-mata buat ngebuang-buang waktu, tapi emang ada tujuannya.

Gue pernah kok dibentk-bentak sama senior. Itu wajar kok. Toh nggak pengaruh sama nilai gue. Masih ada yang lebih sakit: dibentak sama dosen berkali-kali karena makalah nggak sesuai harapan dan dibentak atasan di kantor. Beneran. Gue membentak? Pernah juga. Karena pada waktu itu maba gue salah, dan salahnya itu ya lumayan krusial untuk nama baik kami semua. Ada beberapa titik dimana kita harus keras, sekaligus lembut. Pinter-pinternya pengader aja. Tapi... gue tidak menyombongkan pengaderan yang gue miliki. Gue sangat menyayangkan gue ngga bisa mewujudkan pengaderan mentoring yang lebih lama lagi, padahal itu yang menjadi kunci utama pengaderan yang baik. Kami masih jauh dari kata baik.

Gue harap pengaderan di universitas dan sekolah di Indonesia bisa lebih baik, yang mematuhi nilai-nilai kemanusiaan dan dalam batas kewajaran, sesuai dengan psikis para pembelajar yang menjadi pesertanya.

Udah panjang banget nih postingannya. Mungkin dilanjut lagi kapan-kapan. Dadah!

Xoxo

Comments

Other Posts