Skip to main content

Newest Post

When I Miss My Friends

Bonjooouurr! Asli, kangen banget nulis disini 😄. Kalau dilihat-lihat, gue udah nggak blogging semenjak awal tahun 2021. Gue tidak ingin mengklaim diri gue sibuk, tapi pada kenyataannya, selama gue nggak nge- blog, banyak sekali hal yang perlu gue rumat sebagai budak korporat. Budak korporat disini nggak selalu negatif kok, hihi. I was attended a quite-long training from my company. Pelatihan yang biasanya hanya memakan waktu sekitar sebulan, ini bisa ditotal jadi tiga sampai empat bulan. Pelatihan ini sangat penting untuk karyawan baru di divisi gue, jadi gue nggak boleh menyia-nyiakannya. Apa yang gue dapatkan kemarin akan sangat mempengaruhi performa gue sebagai karyawan di perusahaan gue. Photo by Andrea Piacquadio from Pexels Aktivitas yang menurut gue melelakan--namun juga mengasyikan--ini lah yang membuat gue ngga fokus untuk berpikir yang lain. Oh, kalau ada teman-teman yang bilang gue aktif di media sosial tapi nggak blogging , somehow , ada feel yang sempat hilang disini. Un

Struggles to Face "Beauty Priviledge"

Dari judul post ini, ada frasa yang menurut gue kerap menjadi perbincangan di tengah-tengah masyarakat. Beauty Priviledge, frasa yang terdiri dari kata beauty atau cantik dan kata priviledge yang berarti hak istimewa, sering dijadikan kambing hitam ketika kita merasa bahwa dunia sedang tidak adil untuk kita.

Beauty Priviledge adalah hak istimewa yang diperoleh manusia (baik laki-laki maupun perempuan) yang terlahir cantik atau menawan hingga dewasa, sehingga mempengaruhi jalan hidup dan pandangan orang lain terhadapnya.

Sebelumnya, gue mau coba membahas kebenaran adanya si beauty priviledge ini di tengah-tengah kita semua. Banyak jurnal yang mengatakan bahwa memang sebenarnya beauty priviledge ini ada. Gue nggak akan bahas jurnal yang meneliti tentang hubungan physical attractiveness dengan kesempatan-kesempatan yang diterima orang yang memiliki priviledge tersebut. Namun, jurnal-jurnal tersebut dapat membantu meyakinkan gue bahwa pengalaman yang gue rasakan itu memang banyak terjadi di luar sana.

Photo by Francesca Zama from Pexels


Beauty priviledge
sering diposisikan dengan kejadian-kejadian tidak menyenangkan. Maka dari itu, gue akan coba menceritakan beberapa pengalaman yang membuat beauty priviledge ini memiliki konotasi negatif.

Gue punya pengalaman dengan konteks yang sama dengan pembahasan priviledge ini. Saat kuliah, gue menemukan ada salah satu dosen yang dengan mudahnya memberikan nilai A kepada mahasiswi yang berparas cantik dan ia kenali. Mahasiswa yang sudah sekeras tenaga untuk mendapatkan nilai bagus rata-rata hanya mendapatkan nilai AB. Jika ada mahasiswa yang mendapatkan A, berarti dia sangat-sangat pintar dan dikenali oleh dosen tersebut dengan baik.

Pengalaman lainnya juga pernah gue dapatkan. Ada perempuan berparas cantik dan gue akui dia pandai untuk berbicara dan bernegosiasi. Suatu saat dia melakukan kesalahan dan gue sangat paham kejadiannya seperti apa. Namun lagi-lagi, kesalahan tersebut seperti diredam dan nggak ada tindak lanjutnya, hanya karena ia dibilang cantik dan menarik.

Photo by Daniel Reche from Pexels

Di samping pengalaman-pengalaman gue, ada juga pengalaman orang lain yang menurut gue agak menyesakkan. Ada salah satu teman gue yang bilang ketika ia sedang berjalan dengan teman perempuannya yang memiliki kecantikan di atas rata-rata dan berpapasan dengan teman lainnya, teman lainnya yang ia kenal ini hanya menyapa si cantik saja. Teman gue ini sedih, tapi nggak bisa melakukan apa-apa lagi.

Gue yakin banyak teman-teman yang memiliki pengalaman yang berhubungan juga dengan beauty priviledge. Bagaimana perasaan teman-teman saat menanggapi hal tersebut?

Salahkah Jika Beauty Priviledge Ini Ada?

Pertama-tama, perlu kita ketahui dulu bahwa manusia adalah makhluk yang menyukai keindahan dan terbukti dengan penelitian sainsnya yang dapat dibaca disini. Jadi, pada dasarnya, beauty priviledge ini memang ada di setiap jenis masyarakat yang ada di muka bumi.

Penelitian juga mengatakan bahwa employer atau pemberi pekerjaan/perusahaan lebih menyenangi seseorang yang memiliki paras yang menarik karena dianggap lebih bisa dipercaya dan mudah untuk diajak bekerjasama. Nah, disini sudah mulai ada persepsi baru tentang sifat seseorang yang dihubung-hubungkan dengan parasnya.

Ada saja kalimat-kalimat yang tidak nyaman didengar saat sudah menyangkut beauty priviledge ini.

"Cantik doang, otak nggak ada,"

"Dia masuk ke perusahaan itu karena emang cantik sih,"

"Jorok banget asli rumahnya, untung cantik,"

"Yaudah ngga apa-apa, yang cantik duluan naik jabatan deh,"

Gue yakin menjadi cantik itu tidak mudah. Selain menuai banyak pujian, menjadi cantik juga banyak dicemooh oleh orang-orang yang tidak bisa menerimanya. Yang tadinya percaya diri karena dipuji, malah drop dan tumbuh anxiety tentang ketidakpercayaan kepada kemampuan dirinya. Pun ketika orang itu sudah berusaha untuk menjadi yang terbaik, namun masih juga dibilang 'tong kosong nyaring bunyinya'.

Photo by Brett Sayles from Pexels

Menurut gue, beauty priviledge tidak bisa disalahkan sepenuhnya, apalagi kodrat manusia yang memang terbilang menyukai hal-hal yang indah untuk dipandang. Namun, banyak orang yang menyalahartikan dan memanfaatkan priviledge ini untuk hal-hal yang merugikan.

Standar kecantikan dari seseorang itu memang relatif. Ada kalanya si A bilang bahwa pelamar pekerjaan ini biasa aja, tapi B bilang dia sangat cantik dan bisa meningkatkan pendapatan perusahaan. Tetapi A bilang lagi bahwa kemampuan berbicaranya itu sangat rendah dan bisa merusak citra perusahaan ketika B tidak setuju, karena menurut B itu bisa dilatih.

Kecantikan yang relatif inilah yang membuat kita harus berjuang menghadapinya. Kita benar-benar nggak bisa mengontrol keadaan. Keadaan seperti ini juga yang seharusnya membuka mata kita bahwa kita harus mempercantik diri kita dan menambah wawasan kita.

Beautify Yourself

Kecantikan itu nggak melulu tentang paras wajah dan bentuk tubuh kita.

Ada ucapan yang sebenarnya gue kurang setuju dan ingin gue kutip dari salah satu tokoh di Serial Netflix 'Queen's Gambit', yaitu Cleo, model asal Perancis yang bertemu Beth Harmon di apartemen Benny Watts. "Model is an empty creature," kata Cleo. Maksudnya adalah walaupun berparas cantik, mereka hanya menampilkan baju saja dan tidak perlu pintar. Gue harap, ini nggak terjadi di diri kita semua.

Sumber : salon.com

Menurut gue, orang yang cantik itu adalah orang yang memiliki wawasan luas, berperilaku baik, bermanfaat bagi dirinya dan orang lain, serta memiliki paras yang nyaman untuk dipandang atau dapat dikatakan "good-looking". Ungkapan good-looking ini mengharuskan kita untuk mampu merawat tubuh kita dan menyayanginya. Entah dengan olahraga, makan dengan teratur diselingi dengan buah dan sayur, memilih sampo dan sabun yang benar, merawat kulit dan rambut, dan lain-lain.

Dalam setiap agama dan keyakinan, gue yakin kita pasti diajarkan untuk menuntut ilmu dan meningkatkan kemampuan kita, sehingga nantinya kita bisa bermanfaat bagi lebih banyak lagi orang di luar sana.

Di perjalanan hidup kita pun, akan banyak kejadian-kejadian yang tidak kita inginkan yang berhubungan dengan beauty priviledge ini. Tapi bukankah itu hidup? Hidup yang selalu memunculkan kejadian-kejadian tidak terduga dan mengharuskan kita bijak dalam menghadapi dan menyelesaikannya.

Lagi-lagi, kita tidak bisa mengontrol keadaan di luar sana. Jika ada orang yang mengagung-agungkan perempuan berparas cantik namun berkemampuan kurang di kantor kita, buktikan bahwa pekerjaan kita itu membutuhkan lebih dari sekedar kecantikan pada paras, namun dengan intelejensi. Jangan lupa juga belajar untuk grooming dan menyesuaikan pakaian dengan keadaan sekitar.

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels

Tidak perlu mahal dan memalsukan jati diri kita.

Banyak orang sukses yang mendapati posisinya sekarang dengan hanya memiliki jati diri yang kuat. Ini reminder untuk diri gue sendiri juga karena gue akui gue juga manusia biasa yang kadang banyak memiliki rasa minder kepada orang lain.

Kalau menurut kalian, bisa nggak sih kita mematahkan stigma 'yang cantik nggak melulu bodoh'?

Comments

  1. Kalau ditanya apakah bisa melawan stigma yang ada, jawaban idealisku pasti bilang bisa, kak Ibel😁 Tapi kalau dilihat secara realistis, menurutku rasanya memang sulit untuk betul-betul bisa lepas dari konstruksi sosial yang stereotipikal begini, sebab di belahan dunia manapun, orang-orang yang atraktif selalu punya nilai lebih—baik itu yang karir dan intelektualnya baik atau bahkan mereka yang dinilai masyarakat sebagai tidak terlalu pintar. Dan dari pengamatanku, masih banyak orang-orang yang juga belum sadar bahwa mereka tinggal dalam kungkungan privilege yang dibuat-buat seperti ini. Makanya nggak heran kalau masih banyak pula orang yang berlomba-lomba untuk berpenampilan menarik hanya dengan tujuan dapat diterima lebih baik oleh publik. Mungkin di satu sisi ini nggak salah, karena mereka yang berlomba-lomba ini juga pihak yang tidak diuntungkan dengan adanya beauty privilege. Selama ada orang lain yang ganteng, cantik, putih, cakep, feminin, maskulin, value di belakangnya pasti nggak bakal kelihatan, deh🤧

    Oh iya, kak, kebetulan juga aku baru ngobrolin masalah ini semalem sama temenku😂 Adanya kualifikasi dalam setiap lowongan kerja yang mengatakan bahwa pelanar harus berpenampilan menarik ini juga sebetulnya ambigu banget IMO. Kalau disuruhnya berpenampilan menarik, siapapun mau dia cakep atau biasa aja pasti bisa tampil lebih menarik dan lebih baik untuk kerja di sebuah tempat. Sebetulnya maknanya bisa universal, tapi karena "menarik" ini udah jadi sebuah tatanan yang berlaku dalam kehidupan sosial, khususnya penampilan, otomatis kalau ada pelamar yang terlihat lebih cantik atau lebih tampan yang punya peluang untuk mengisi slot lebih besar. Oleh karena itu, kesadaran seperti ini harusnya juga sampai pada tahap itu kalau di dunia pekerjaan. Kira-kira begini menurut aku yang masih bau kencur ini, kak Ibel😆

    Sedih sebetulnya, pada akhirnya mungkin yang bisa kita lakukan untuk diri sendiri dan orang-orang di sekitar adalah meningkatkan awareness akan kondisi ini, lalu meningkatkan value diri kita sebaik-baiknya. Terlebih untuk pihak yang tidak merasa diuntungkan dengan adanya stereotip ini, penting untuk kita sama-sama menguatkan diri agar tidak ikut terjerumus ke dalam pola pikir demikian😟

    ReplyDelete
    Replies
    1. Se-idealis apapun kita, pilihan tetap harus ditentukan berdasarkan kenyataan ya, Awl😟 Setuju sama kamu, selain sulit diubah, stereotype itu juga mungkin udah didukung dengan berbagai peristiwa yang ada. Jadi steoreotype itu terus ada dan mempengaruhi jalan kerjanya kehidupan kita. Tapi menurutku, kita masih punya kesempatan sih untuk menjaga mindset sehat kita agar nggak menggunakan si 'priviledge' ini untuk sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan. Susah emang, pasti strugglenya besar dan akan dikalahkan berkali-kali sama stereotype itu.

      Kalo masalah melamar pekerjaan yang kualifikasinya 'berpenampilan menarik' dan pilihan perusahaan akan hal tsb, itu udah di luar kontrol kita nggak sih, Awl? Tapi yang aku pikirkan adalah kualifikasi itu bisa kita manfaatkan dengan hal-hal baik jika kita berhasil 'nyantol' di perusahaan tersebut (dalam kata lain: kita bisa dikatakan berpenampilan menarik). Seperti yang kuulas di post-ku, menambah skill bisa menjadi salah satu advantage buat kita dan perusahaan selain penampilan kita. Kalaupun nggak keterima di perusahaan itu, mungkin ini gampang ngomongnya tapi: Tuhan pasti punya rencana yang lebih baik di tempat lain dibanding kamu cuma diliat sebagai orang yang 'menarik tapi kosong'.

      Aku setujuuuuu banget sama kamu, makanya harus terus sane ya walaupun kita harus hidup di tengah-tengah hal yang buruk :)

      Delete
  2. Kalau sekarang, kurang cantik bisa diakali dengan make up. Tapi,...otak harus pintar juga. Biar klop cantik, pintar lagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beauty priviledge itu nyata, yes setuju dengan pernyataan ini. Dan ini juga yang sering membuat orang seperti sy insecure. Maap curhat, hehehe

      Delete
    2. Yuuups! Yang terlihat belum tentu seperti yang terlihat ya Mbak.. Tapi, harapannya orang-orang yang cantik dan pintar dapat menjadi motivasi untuk berbenah ke depannya <3

      Delete
  3. Beauty privilege itu memang ada, mba Jez ~ menyebalkan, tapi yang namanya kultur, dan sudah mendarah daging dari jaman baheula, jadi susah dihilangkan. However, saya punya pengalaman yang membuat saya sadar bahwa hal itu nggak perlu terlalu kita pusingkan, dan ada baiknya kita fokus pada pengembangan diri dan kualitas kita 😁

    Saya pribadi di Indonesia nggak pernah mengalami yang namanya dilihat sebelah mata atau dianaktirikan, etc., mungkin saya masuk kategori menarik first impressionnya *malu ugha tulis begini haha*. Tapi, di Korea, beberapa kali saya dapat first impression nggak enak. Yaaa kalau di-compare sama cewek Korea, mungkin saya itik buruk rupa 🤣 Beda lagi waktu saya berurusan sama western, ternyata first impression saya oke, dan membuat saya jadi berpikir beauty privilege itu ada, dan kita semua memilikinya. Cuma tergantung siapa yang kita hadapi saja. Toh pada akhirnya, beauty privilege ini hanya berhubungan dengan first impression, while second, third, next next next, akan dilihat dari bagaimana karakter dan pola pikir kita, serta tingkah laku kita 😆

    Satu dua orang yang bersikap nggak oke ke kita, nggak membuat kita otomatis jadi nggak beauty, karena pastinya, di luar sana, akan ada yang bisa melihat sisi beauty kita. So, saya pikir, kita semua, punya beauty privilege, yang di-support dengan inner beauty, dan brain beauty serta beauty-beauty lainnya hahaha *aduh ngomong apa sih saya ini* *belibet bangettt* 😂 Nonetheless, terima kasih untuk tulisannya, mba 😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai Kak Eno!

      Yaaps begitulah Kak, konon kalau udah melekat jadi budaya, walaupun nggak baik pasti akan susah sekali lepasnya. Aku pun punya Kak, ada yang enak dan ngga enak juga huhu, maka dari itu aku berani untuk menulis post ini untuk mengajak teman-teman berpikir hal tersebut jangan dijadikan beban. Namun, pertarungan setiap orang yang berbeda lah yang harapannya bisa menahan kita untuk menyepelekannya. Duh, berat banget Ibel ngomongnya...

      Wow, cerita Kak Eno menyiratkan bahwa dunia di luar sana jauh lebih beraaaat dan kita harus lebih tangguuuuh😟 Eh tapi aku setuju banget, it's all about first impression! Ingin rasanya kukutip paragrafnya Kak Eno ini hahaha, karena aku juga pernah dapat teori tentang membangun first impression yang baik, dan cepat atau lambat pasti 'our truly self' bakal keliatan setelahnya.

      Kalau bisa dibilang, hal ini akan sama saja konteksnya dengan keadaan jika kita direndahkan oleh orang lain dengan alasan selain beauty priviledge, begitu ya Kak? Semuanya balik lagi ke diri kita yang menyikapinya. Hidup inner beauty! Karena kita harus cantik luar dan dalam *lho *kayakiklan

      Delete
  4. Punya beauty priviledge gak selamanya baik dan gak selamanya buruk juga kalo menurut saya. Karena terkadang si cantik ini butuh effort lebih untuk menyetarakan kedudukan dia dengan orang lain yg mungkin punya kemampuan yg sama dengannya hanya karena stigma "ah dia mah ngandelin muka doang".

    Tapi gak bisa dipungkiri juga kalo si cantik ini bikin kesalahan biasanya lebih mudah untuk termaafkan daripada yang biasa-biasa saja. Udah banyak contohnya ya, di medsos kalau mau liat yg paling relevan, biasanya netizen suka bilang "gak sopan banget sih, untung cantik!".

    Jadi ya kembali lagi sebenarnya gak selamanya beauty priviledge ini bikin orang terlihat lebih atau nggaknya daripada orang yg gak punya beauty priviledge, karena kadang mereka jadi serba salah jugaa, huhu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hal ini juga bisa dibilang: "bagaimana cara dia menyikapinya", begitu mungkin ya Mbak. Apalagi setiap orang punya cobaan dan rintangan yang berbeda-beda.

      Nah, menurutku disitulah pentingnya berpikir kritis dan bijaksana. Dari yang cantik seharusnya lebih aware terhadap sikapnya, yang komen juga hati-hati dengan balasannya. Begitu juga dengan kita yang baca, jangan sampai tersulut😂 Kalau hal seperti itu selalu dilegalkan, rasanya nggak adil pasti.

      Yups Mbak, kalau ditelisik lagi, pasti banyak sekali rasa serba salah ituu😟

      Delete
  5. cantik itu priviledge, yes. tampil rapi, well-dressed, sehingga terlihat cantik kemudian mendapat priviledge, yes. tapi kalo ada stigma kalo yg cantik itu bodoh... aku juga heran kenapa ada stigma begini. soalnya yg cantik dan pinter, cantik dan pinter banget itu banyak.

    stigma tsb bisa dipatahkan dengan lebih membuka pikiran dan wawasan kita kalo ada lohh di luar sana yg cantik dan pinter, ada banyak banget. ❣️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aaaah, setuju sekali. Ini adalah salah satu komentar yang sangat menyejukkan hati dan memotivasi Mbak 😍 Sudah banyak sekali ya contohnya, bahkan banyak juga yang viral sampai-sampai pada ngiri ngeliatnya. Ngiri in a positive way ya😂

      Anyway, thank you for spreading the positivity, Mbak!

      Delete
  6. Memang betul orang akan lebih tertarik dengan wanita cantik pada pandangan pertama. Dan kebanyakan kaum lelaki memang "lemah" terhadap wanita cantik hahahaha.

    Tapi "privilege" menurut pengalaman saya bukan semata karena kecantikan. Tapi karena faktor lain seperti relasi dan hubungan baik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe, yang susah kalau udah berurusan dengan ranah profesionalisme, Mbak. Banyak hal yang masih ambigu kalau udah menyangkut masalah daya tarik dan kecantikan🤧

      Kalo aku gugling, priviledge juga banyak sekali jenisnya Mbak. Socio-economic priviledge, gender priviledge, dan lain-lain. Relasi juga bisa timbul dari priviledge tersebut. Ini pun bisa menguntungkan dan merugikan. Tapi semoga kita bisa memanfaatkannya dengan benar dan baik ya :")

      Delete
  7. Cantik fisik memanglah menarik tapi cantik hati dan perilaku itu malah lebih epic

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi setujuuu, harus dikeluarkan inner beautynya yaaa😍

      Delete
  8. Hi mbak Ibel ☺️

    Menarik banget topik ini 'Beauty Privillage'. Sewaktu membaca aku jadi keinget masa-masa kuliah dulu juga haha.. mau gimana kadang privillage itu pasti ada, apalagi karena privillage itu adalah 'social constructed' idea hmm...

    Dulu sering mikirnya wah temen-temenku yang cantik dan ganteng, hidupnya enak ya (padahal belum tentu).. Aku sadar kalau ngga akan ada habisnya untuk merasa minder dengan mereka. Membandingkan itu menghabiskan tenaga, apalagi membandingkan soal kecantikan (masa ya kita bisa ganti wajah 🙈).

    Kalau untuk stigmanya pasti bisa dirubah, yang susah itu untuk orang-orang bisa berhenti men-judge orang lain dari cover luarnya hehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Kak Aqmaaa!

      Pas banget, aku pun ingetnya pas masa-masa kuliah hahaha. Ada aja ya sedihnya tentang si priviledge ini :(

      Terdengar seperti media sosial sekarang ya, Kak. Apa yang dilihat, belum tentu aslinya juga sama seperti itu. Walau terlihat enak, kita tetap saja tidak bisa melihat 'behind the scene' nya. Aah, nggak akan ada abisnya kalo kita sedih gara-gara itu ya Kak.

      Tampaknya memang sangat sulit begitu ya Kak, karena sudah menjamur huhu. Kadang 'don't judge the book by its cover' cuma bisa jadi pepatah tanpa makna kalo ngga bener-bener dilaksanakan😟

      Delete
  9. Baru aja beberapa waktu lalu nonton videonya Gita Sav tentang beauty privilege ini (:

    Aku jadi teringat dengan film Imperfect yang dibintangi Jessica Mila. Ada satu scene di mana bosnya Rara (nama karakternya) berjanji akan menaikkan jabatannya kalau Rara bisa mengubah penampilannya. Kebetulan penampilan fisik Rara itu tidak sesuai "standar" cewek cantik, apalagi dia kerja di perusahaan kecantikan. Ya pastilah bosnya ingin pegawainya tampil kredibel di depan klien dong. Nggak masalah kalau Rara itu agak gemuk, tapi bukan berarti nggak dandan juga, rambut awut-awutan dan pakai baju asal-asalan.

    Menurutku beauty privilege memang ada di mana-mana, tergantung kita bertemu dengan siapa dan ada di kutltur seperti apa kita berada. Dan menurutku juga, sebagai yang sadar diri bahwa paras ini "biasa-biasa" saja (🤣), aku berusaha untuk mempercantik penampilanku untuk diriku sendiri terlebih dahulu. Meski mungkin wajah nggak sebening Sandra Dewi, setidaknya aku bisa lah tampil rapi supaya orang lain juga enak mandangnya wkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Akuu pun terinspirasi dengan Kak Gita dari videonya itu. Tapi, aku buat berbeda karena emang sudut pandang yang aku bawa disini pun berbeda. Apalah aku dibandingkan Kak Gita Sav ituuuu.....

      Film Imperfect sangat-sangat-sangat menyiratkan banyak pelajaran ya Kak. Memang sudah seharusnya kita merawat diri agar lebih baik, bukan agar lebih 'cantik' yang suka diekspektasikan terlalu tinggi sama orang-orang. Kadang yang salah itu tujuannya😟

      Jadi beauty priviledge itu juga relatif ya Kak, karena cantik pun relatif. Kalau mau dibandingin, mungkin adalagi yang lebih dari Sandra Dewi, kan ya? Begitu juga lebih lagi dari yang dibandingin sama Sandra Dewi. Begituuu seterusnya :( Setujuu sama Kak Jane, kita berbenah diri aja dulu yaa, supaya penampilan kita bisa membangun kepercayaan orang kepada kita hihi

      Delete
  10. Memang Beauty Priviledge itu bisa menimbulkan hal yang ga baik juga. Adanya kata Cantik terkadang malah menimbulkan perspektif yang beragam. Cantik identik dengan tidak pintar atau Cantik dan pintar. Biasanya kombinasi tersebut terlihat dalam dunia pekerjaan. Terutama pekerjaan yang membutuhkan penampilan fisik juga. Kadang adanya pandangan saking memperhatikan penampilan fisik, sampai lupa memperhatikan isi otaknya.

    Sebetulnya memang ada kesulitan untuk mengubah pandangan tersebut. Terkadang dalam melamar pekerjaan bisa saja ada yang menuliskan butuh yang berpenampilan menarik. Nah, tentu identik dengan penampilan fisik, cantik atau ganteng. Padahal saat bekerja bisa saja mengutamankan keterampilan, kemampuan komunikasi, dan bekerja dalam tim. Biasanya beauty priviledge jadi poin pertama yang dilihat.

    Daripada fokus penampilan fisik, lebih baik fokus mengembangkan diri baik dari segi keterampilan dan pengetahuan. Ulasan yang menarik Mba Ibel, suka dengan sudut pandang yang diangkat dalam tulisan ini. Kalo Mba Ibel dan Awl kolaborasi, waah kece nih karena kalian berdua suka membahas topik menarik dan di ulas secara mendalam juga hhhe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seperti 'cantikmu mengalihkan duniaku' ya Kak? Aw aw *apasih* hahaha. Setujuu sama Kak Devina, isi otak kadang dinomorduakan. Itu sih yang menyedihkan dan bahkan terjadi di banyak lingkungan.

      Yup, aku pun sering melihat hal-hal ini ditempat kerja. Fortunately, di tempat kerjaku sekarang, yang cantik juga memiliki kecerdasan yang di atas rata-rata juga, jadi menginspirasi banget. Kecerdasan yang kumaksud adalah selain ilmu pengetahuan tentang pekerjaan itu sendiri, skill berkomunikasi dan bekerja dalam timnya juga bagus. Kalau kulihat, hal-hal tersebut sangat menguntungkan di dunia kerja. Jadi, harus sering-sering update skill.

      Setujuuu, belajar lagi dan terus terus terus berarti abis ini ya Mbak. Hahaha Awl, ada yang mau kita collab nih🤣 kita tunggu saja ya Mbak siapatau ada kesempatan hahaha

      Delete
  11. Aku pun berpikir hal yang sama. Kadang beauty privilege bikin kesel tapi kita juga ga tau gimana perasaan orang yang punya 'beauty privilege' itu kan? Dia juga pasti struggle untuk menghadapi orang-orang di sekitarnya yg suka berpikir negatif. Intinya, jangan nethink dulu dan jangan suudzon. Jangan ngomong hal ga penting, mending diam daripada ngeluarin kata-kata "ah dia sih wajar karena cantik..." Kita kan ga pernah tau gimana perasaan orang itu. Kita ga tau apa yang dia lalui selama ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul Mbak Ori, mungkin itulah poin kenapa kita nggak boleh suudzan sama orang ya, karena kita nggak pernah tau kehidupan orang lain kayak gimana. Kita juga pasti ngga suka kan ya kalau dijudge huhuhu. Lebih baik kita fokus saja terhadap perkembangan diri kita ya :)

      Delete
  12. Anugerah pertama yang diberikan Tuhan dan juga menjadi cobaan pertama juga, apakah seseorang akan semakin baik atau malah sebaliknya.. tergantung pada diri dan lingkungan nya .
    Menurut aku sih begitu, Mbak..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yuup, 'tergantung pada diri dan lingkungan' itu pasti sangat berlaku kalau udah berurusan kepada 'priviledge' ini. Harapannya juga cobaan itu membuat kita lebih kuat ya, Mbak :)

      Delete
  13. Makasih sharingnya. Sering insecure aku karena ngerasa gapunya beauty priviledge. Ga langsing, gapunya kulit semulus beauty vlogger. Tapi kalau minder terus ngerasa ga akan pernah maju. Jadi aku lebih milih bersyukur sama apa yang di kasih Allah. Seenggaknya ada anak dan suami yang bilang "Bunda Cantik" tiap hari. ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. So sweeet sekali Mbak, aku yakin pasti ada orang yang selalu menganggap kita cantik baginya, karena orang itu punya definisi cantik tersendiri untuk Mbak😍 semoga hal itu cukup untuk terus membuat kita merasa bersyukur atas apa yang kita punya ya Mbaakk :)

      Delete
  14. Iya sempat rame nih di Twitter ya bahas beauty priviledge. waktu sekolah, iri banget sama teman yang cantik, enak kayaknya diperhatikan cowok satu sekolahan tapi lihat-lihat lagi rasanya kok nggak tentram, banyak gangguan dari fans, belum lagi disirikin cewek lain haha..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe, tapi sekarang pasti udah jauh lebih dewasa dala menyikapi hal-hal kayak gitu kalau memang terjadi lagi ya Mbak Dew, karena pastinya udah makan asam garam kehidupaan hahaha

      Delete
  15. Manusia adalah makhluk yang menyukai keindahan. Benar itu. Tapi dalam pelaksanaannya seperti pengalaman-pengalaman di atas, kadang nyesek juga. Serasa dunia tidak adil. Tapi mau bagaimana, hakekatnya sudah seperti itu Manusianya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hanya perlu keteguhan hati tentunya ya, untuk kuat menghadapi hal-hal tersebut. Soalnya kalau mau berdebat juga nggak akan ada hentinya, pasti aja ada celah yang bikin dunia terasa ngga adil. Semoga yang nyesek-nyesek itu bikin kita tambah kuat ya :)

      Delete
  16. Pernah merasakan pas kuliah sama pas kerja, tapi saat itu ga nyadar. Ngehnya malah bertahun-tahun kemudian 😅. Jadi, kesel pun udah telat 😬.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe, rasanya waktu itu "yaudah" aja atau malah sebel Mbak? Tapi yang penting udah lewat yaa dan semoga itu nggak terjadi lagii 🤣

      Delete
  17. kelar baca artikel realistis dan materialistis-nya awl kemudian singgah di mari. Aku rasa nyambung sih, sama-sama bahas tentang perempuan.

    beauty priviledge itu memang sangat nyata. Baik disadari atau tidak. Tidak hanya di dunia kerja, di dunia komunitas pun juga terjadi hal yang sama. Perempuan cantik biasanya akan diperlakukan spesial oleh oknum anggota komunitas. Misalnya aja diantar pulang, atau mungkin bakal sering diajak ngumpul.

    Yaa emang kita ga akan bisa mengubah stigma yang terjadi di masyarakat. Susah..? tentu saja susah. Apalagi hal ini sudah berlangsung sejak lama. Yang paling mudah yaa kita mesti memperlakukan sama semua perempuan, tanpa melihat kecantikannya terlelbih dahulu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Padahal kita nggak janjian sih, Mas Rivai 🤣. Akupun baru sadar memang agak nyambung-nyambung gitu ya.

      Betul Mas Rivai, bahkan selain perempuan, laki-laki yang dianggap memiliki ketampanan di atas rata-rata pun kerap diperlakukan seperti itu. Tapi kalau yang ini, CMIW ya karena aku hanya bisa melihat dari sisi perempuan aja.

      Semuanya memang harus dimulai dari diri sendiri dulu ya Mas? Soalnya untuk menggerakan banyak orang sekaligus pasti sulit ya. Tapi semoga apa yang kita lakukan cukup untuk membantu perubahan itu muncul :")

      Delete
  18. Setuju banget mbak, emang sih yang cantik kadang selalu dapat keuntungan karena kecantikannya, setuju banget, karena emang manusia suka keindahan tapi jadi cantik juga nggak harus dilihat dari wajah aja. Kepribadian yang baik juga bisa bikin seseorang jadi cantik. Semacam inner beauty gitu. Jadi kalau hati cantik, auranya bisa keluar😁

    ReplyDelete

Post a Comment

Other Posts