Skip to main content

Newest Post

When I Miss My Friends

Bonjooouurr! Asli, kangen banget nulis disini 😄. Kalau dilihat-lihat, gue udah nggak blogging semenjak awal tahun 2021. Gue tidak ingin mengklaim diri gue sibuk, tapi pada kenyataannya, selama gue nggak nge- blog, banyak sekali hal yang perlu gue rumat sebagai budak korporat. Budak korporat disini nggak selalu negatif kok, hihi. I was attended a quite-long training from my company. Pelatihan yang biasanya hanya memakan waktu sekitar sebulan, ini bisa ditotal jadi tiga sampai empat bulan. Pelatihan ini sangat penting untuk karyawan baru di divisi gue, jadi gue nggak boleh menyia-nyiakannya. Apa yang gue dapatkan kemarin akan sangat mempengaruhi performa gue sebagai karyawan di perusahaan gue. Photo by Andrea Piacquadio from Pexels Aktivitas yang menurut gue melelakan--namun juga mengasyikan--ini lah yang membuat gue ngga fokus untuk berpikir yang lain. Oh, kalau ada teman-teman yang bilang gue aktif di media sosial tapi nggak blogging , somehow , ada feel yang sempat hilang disini. Un

Specialist vs. Generalist, Who's The Winner?

Halo semua :)
Dua hari yang lalu, tiba-tiba gue terpikir sesuatu. Agak membingungankan sih. Kasarnya gini yang gue pikirin: "kok gue gapunya keahlian khusus ya, gue bisa sih banyak hal, tapi gitu-gitu doang kemampuan gue", terus langsung gue bikin thread di twitter gue (takut lupa hehe). 

Lalu malamnya, gue kan lagi ngga malem mingguan, jadi biasanya ada aja yang seru buat dianalisis. Alhasil gue pengen tau sebenernya orang kebanyakan memilih jadi orang yang punya spesialisasi yang disebut Spesialis, atau jadi Generalis, yaitu orang yang bisa banyak hal tapi yaa bisanya cuma di dangkal aja. Gue minta followers gue vote di instagram, dan hasilnya jomplang banget! 83% buat yang prefer jadi Spesialis, dan cuma 17% yang setuju sama jadi Generalis.

Oke, kalo ditanya gue sendiri milih apa, gue milih Generalis. That's why gue masuk Manajemen Bisnis juga kali ya, karena ini ilmu yang sangat dasar dan bisa diterapkan di manapun. Di postingan ini, gue ingin mencoba membandingkan keduanya dari sudut pandang gue, tanpa ilmu yang ribet-ribet. Cuma berbasis pengalaman gue saja. Sebenernya, yang bener itu jadi Generalis atau Spesialis sih?


Sumber : Dok. Pribadi

Coba kita lihat dari sisi Generealis dulu, yaitu pilihan gue. Dari dulu gue mikir, gue harus coba belajar ini itu, kayak masak, main musik, teknik negosiasi, pake aplikasi desain, bikin lagu, nyanyi, nari, manner, paham politik dan olahraga, dan itu semua ngga pernah gue pelajari lebih dalam. Gue mikirnya gini, tujuannya adalah biar nanti kalo lo hidup sendiri, atau lagi ngga bersama banyak orang yang nemenin lo, lo bisa bertahan hidup dengan cara lo sendiri. Lo juga bisa ngehibur diri lo sendiri karena lo tau apa yang harus dan bisa lo kerjakan. Itu dari sisi kehidupan sehari-hari. Lagipula, kalo ditanyain orang ini itu, kan lo bisa jawab "iya gue bisa kok" dan lo akan proud sama diri lo sendiri :")

Kalo dilihat dari menjadi pebisnis (ya karena background gue emang gitu ye), menjadi generalis adalah hal yang sangat-sangat dibutuhkan jika lo adalah seorang entrepreneur atau memiliki sebuah start up. Modal kecil tapi mau memberikan yang terbaik untuk pelanggan dengan produk yang berkualitas, mindset pebisnis pemula adalah babat habis harga-harga yang ngga perlu-perlu amat buat dikeluarin, contohnya tenaga SDM. Kalo lo bisa desain, presentasi, rekap uang, dan nentuin strategi sekaligus, kan bisa banget nantinya lo mengurangi biaya. Hasilnya, profit lebih besar. 

Tapi, coba kita lihat dari segi lo adalah lulusan yang mau ngelamar kerja ke perusahaan terkemuka. Gaharus terkemuka deh, yang kecil dulu aja. Waktu lo nyari lowongan, biasanya kan tulisannya langsung contohnya "Dicari : Graphic Designer". Kalo lo punya keahlian di Corel Draw, Adobe Photoshop, Adobe Illustrator, dan sejenisnya, tunggu dulu. Ini masuk ke arah pembahasan Spesialis nih. Lo harus bertanya, sejauh apasih lo bisanya? Apa kayak gue cuma bisa bikin logo sederhana dan edit foto biar jerawatnya hilang sama ngatur saturation doang? Saat wawancara, menurut gue pasti sih ditanyain portofolio, dan bisa aja ditanyain sesuatu yang kita nggak duga-duga, mungkin tentang fitur aplikasi, atau yang detail-detail lainnya. Contoh lainnya, dulu dosen mata kuliah Valuasi Bisnis (tentang menilai sebuah perusahaan) gue pernah bilang, kalo kalian tertarik dengan mata kuliah tersebut, coba dalami. Biar ntar waktu wawancara masuk kerja kalo disuruh ngitung nilai dari perusahaan, lo langsung deh tuh praktek di depan HRD nya boar dia takjub. Nah loh, disuruh praktek. Kalo orangnya minta macem-macem, keder juga... Kalo misal ngga ada yang lo dalamin, ntar perusahaan ngga yakin juga sama lo buat ngasih suatu amanah yang besar kan.

Bayangan gue, di masa depan, Spesialis akan dicari untuk perusahaan-perusahaan terkemuka, karena suatu masalah perusahaan akan diselesaikan lebih efisien bukan dengan adanya tenaga ahli di bidang tersebut? Harga Spesialis sekarang mahal coy, gajinya tinggi-tinggi. Ini yang membuat gue mikir, karyawan yang biasanya ngejalanin operasional perusahaan (contoh: pabrik) ya para Spesialis, sedangkan petinggi-petingginya condong ke arah Generalis. Eits, tapi jangan salah paham dulu. Petinggi-petinggi perusahaan datangnya dari karyawan biasa toh?

Dari sepanjang itu yang bisa gue simpulkan untuk gue sendiri (dan untuk lo kalo lo setuju): semua tergantung preferensi kita. Lo mau bersiap untuk mendirikan rumah tangga, lo harus bisa banyak hal kalo lo gamau nyewa pembantu dan ngirit uang buat jalan-jalan ke tempat mahal. Itu contoh sederhana aja ya. Tapi kalo mau daftar kerja di perusahaan besar gitu contohnya, yaa harus tau lo ahli di bidang apa, terus dalami. Sebaik-baiknya generalis, dia akan menemukan tempat untuk mengasahnya menjadi spesialisasinya. Dan sebaik-baiknya spesialis, dia akan sadar, banyak hal dasar yang bisa dipelajari untuk sekedar membantu diri sendiri dan orang lain, serta bertahan hidup.

Yang tadinya gue Generalis, gue berpikir untuk mendalami suatu ilmu, yang sebenernya sekarang gue juga belum tau apa, hehe. 

Btw, nggak ada yang menang gengs.

Xoxo

Comments

  1. Saya seorang generalis sampai tua Al...Bahkan saya menikmati menjadi generalis. Justru saya menghindari untuk menjadi spesialis. Makanya sampai setua ini saja saya masih suka belajar macam-macam dan belum mau berhenti belajar hal-hal baru.

    Bahkan saya menjadi blogger saat berusia 44 tahun, saya tidak tahu apakah ini akan jadi spesialisasi saya atau bukan.

    Isi blognya pun, tidak ada yang spesifik. Masing-masing sengaja dibuat agak "melebar" dan "meluas".

    Masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya. Jadi sebenarnya seperti yang Alfiya tulis tidak ada yang menang.


    Lagi-lagi nice writing dan sudut pandang yang bagus. Mungkin karena dikau seorang yang dasarnya generalis yah jadi mencoba melihat dari beberapa sudut. Tetapi, yang seperti ini biasanya sulit dilakukan seorang spesialis karena pola pandang dan karakternya biasanya sudah terbentuk berdasarkan satu pola terfokus saja.

    Biasanya..

    Cuma karena kita berbicara tentang manusia, maka sebenarnya tidak ada yang pasti karena semua bisa berubah

    Iya nggak sih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setujuu banget Mas, sampai sekarang aku masih menganut sistem Generalis hahaha. Kalau spesifik terus belajarnya, aku suka nggak melihat dunia sekitar dan jadi bodo amat. Makanya, semuanya kupelajari walaupun nggak terlalu dalam.

      Dari apa yang Mas bilang, aku dapat insight baru lho, Mas. Benar juga ketika aku baca blog Mas, memang dibuat tidak berat dalam arti lain memang general aja gituh. Nyambung nggak sih? Wkwk

      Terimakasih Mas, jujur ini tulisan udah lama juga, tapi masih related yaa ternyata. Mungkin kalau spesialis, dia bakal lebih terkotak-kotakan ya pemikirannya? Karena sudah fokus kepada beberapa hal saja..

      Benaaar, tidak ada yang saklek kalau udah bicara tentang manusia hahaha

      Delete

Post a Comment

Other Posts